Pupuk Organik dari Kulit Singkong
Kali ini saya akan mengulas tentang pemanfaatan limbah singkong, karena
kulit singkong biasanya hanya sebagai limbah dan berakhir di tempat
pembuangan sampah. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah tidak ada cara
untuk memanfaatkan limbah tersebut. Jawabannya adalah ada ! berbagai
cara dapat dilakukan untuk memanfaatkan limbah tersebut menjadi bernilai
ekonomis.
1. Pemanfaatan
Limbah Kulit Singkong Sebagai Adsorpsi Pewarna Tekstil
KemRisTek,
Kulit singkong banyak dijumpai di daerah pedesaan, namun belum banyak
dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Kulit singkong biasanya hanya
dimanfaatkan sebagai makanan ternak saja. Tapi setelah dilakukan penelitian
oleh mahasiswa FMIPA UNY yaitu Desiyuning F.Z., Margaretha Aditya K., Elsa
Nidya H. dengan dosen pembimbing Prof. Dr. Endang Widjajanti, ternyata selulosa
asetat limbah kulit singkong tersebut bisa dimanfaatkan untuk adsorpsi pewarna
direct teknis yang banyak digunakan oleh industri tekstil.
Desiyuning menjelaskan bahwa kulit singkong dipilih karena banyak dijumpai di Indonesia namun pemanfaatan kulit singkong belum optimal. Padahal dalam kulit singkong mengandung 50% karbohidarat ubinya.
Pada penelitian ini, ungkapnya, tahapan yang dilakukan adalah preparasi sampel, isolasi, dan ekstraksi sampel sehingga diperoleh selulosa. Mula-mula kulit singkong dibersihkan, kemudian dikeringkan sampai kadar airnya berkurang. Lalu dipotong kecil-kecil kemudian diblender sampai didapat sampel dengan ukuran yang kecil.
Proses isolasi seluosa dilakukan dengan menggunakan alat soxhlet dengan perbandingan pelarut yaitu etanol : toluen sebesar 1 : 2. Kulit singkong yang telah diblender dan dikeringkan kemudian disokletasi selama 5 jam. Sampel yang telah diperoleh pada proses sokletasi selanjutnya dioven dan dibilas dengan air panas agar bebas etanol dan toluen. Sampel yang telah diperoleh dilarutkan dengan NaOH dingin dan NaOH panas untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin.
Setelah itu sampel direndam dengan NaOCL 0,5% dengan penambahan NaOH padat sampai sampel berubah menjadi berwarna putih kekuningan. Dari 60 gram kulit singkong yang diisolasi diperoleh hasil isolasi sebanyak 16 gram.
Menurut standar SNI, selulosa asetat yang baik adalah selulosa asetat dengan persen asetil sebesar 39,0 – 40,0%. Persen asetil merupakan jumlah asam asetat yang diesterifikasi pada rantai selulosa yang akan menentukan nilai derajat subtitusi.
Proses adsorpsi dengan selulosa asetat dari limbah kulit singkong terhadap larutan pewarna direct red dan direct black telah dilakukan dengan variasai waktu kontak selama 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, 120, dan 180 menit. Massa adsorbn yang digunakan adalah sebesar 1 gram yang dilarutkan dalam 100 ml larutan pewarna direct dengan konsentrasi 200 ppm.
Dari hasil penelitian, daya adsorpsi maksimum selulosa asetat untuk direct red adalah pada waktu kontak adsorpsi selama 90 menit dengan efisiensi adsorpsi sebesar 44,82%. Sedangkan efisisensi adsorpsi selulosa asetat terhadap direct black adalah sebesar 32,5% pada waktu kontak adsorpsi selama 45 menit. Hasil yang tidak konstan disebabkan karena pada saat pengukuran absorbansi larutan tidak dilakukan penyaringan terlebih dahulu sehingga masih terdapat adsorbat yang ikut pada proses pengukuran yang menyebabkan absorbansi menjadi berubah.
“Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa selulosa asetat dari kulit singkong mampu mengadsorpsi pewarna direct tekni, daya adsorpsi pada variasi waktu kontak adsorpsi secara umum mengalami kenaikan seiring dengan naiknya konsentrasi,” lanjutnya.
Desiyuning menjelaskan bahwa kulit singkong dipilih karena banyak dijumpai di Indonesia namun pemanfaatan kulit singkong belum optimal. Padahal dalam kulit singkong mengandung 50% karbohidarat ubinya.
Pada penelitian ini, ungkapnya, tahapan yang dilakukan adalah preparasi sampel, isolasi, dan ekstraksi sampel sehingga diperoleh selulosa. Mula-mula kulit singkong dibersihkan, kemudian dikeringkan sampai kadar airnya berkurang. Lalu dipotong kecil-kecil kemudian diblender sampai didapat sampel dengan ukuran yang kecil.
Proses isolasi seluosa dilakukan dengan menggunakan alat soxhlet dengan perbandingan pelarut yaitu etanol : toluen sebesar 1 : 2. Kulit singkong yang telah diblender dan dikeringkan kemudian disokletasi selama 5 jam. Sampel yang telah diperoleh pada proses sokletasi selanjutnya dioven dan dibilas dengan air panas agar bebas etanol dan toluen. Sampel yang telah diperoleh dilarutkan dengan NaOH dingin dan NaOH panas untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin.
Setelah itu sampel direndam dengan NaOCL 0,5% dengan penambahan NaOH padat sampai sampel berubah menjadi berwarna putih kekuningan. Dari 60 gram kulit singkong yang diisolasi diperoleh hasil isolasi sebanyak 16 gram.
Menurut standar SNI, selulosa asetat yang baik adalah selulosa asetat dengan persen asetil sebesar 39,0 – 40,0%. Persen asetil merupakan jumlah asam asetat yang diesterifikasi pada rantai selulosa yang akan menentukan nilai derajat subtitusi.
Proses adsorpsi dengan selulosa asetat dari limbah kulit singkong terhadap larutan pewarna direct red dan direct black telah dilakukan dengan variasai waktu kontak selama 5, 10, 15, 30, 45, 60, 90, 120, dan 180 menit. Massa adsorbn yang digunakan adalah sebesar 1 gram yang dilarutkan dalam 100 ml larutan pewarna direct dengan konsentrasi 200 ppm.
Dari hasil penelitian, daya adsorpsi maksimum selulosa asetat untuk direct red adalah pada waktu kontak adsorpsi selama 90 menit dengan efisiensi adsorpsi sebesar 44,82%. Sedangkan efisisensi adsorpsi selulosa asetat terhadap direct black adalah sebesar 32,5% pada waktu kontak adsorpsi selama 45 menit. Hasil yang tidak konstan disebabkan karena pada saat pengukuran absorbansi larutan tidak dilakukan penyaringan terlebih dahulu sehingga masih terdapat adsorbat yang ikut pada proses pengukuran yang menyebabkan absorbansi menjadi berubah.
“Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa selulosa asetat dari kulit singkong mampu mengadsorpsi pewarna direct tekni, daya adsorpsi pada variasi waktu kontak adsorpsi secara umum mengalami kenaikan seiring dengan naiknya konsentrasi,” lanjutnya.
Pemanfaatan limbah singkong lainnya yaitu ;
2. Sebagai pupuk organik
Umumnya, kulit singkong hanya dibiarkan membusuk begitu saja. Padahal, jika dimanfaatkan, kulit singkong ini dapat dijadikan sebagai kompos atau pupuk organik. Pupuk yang ramah lingkungan dan menjadi salah satu nutrisi yang dapat membantu pertumbuhan suatu tumbuhan dan mampu menjadi pembasmi hama pada tumbuhan.
3. Pakan Ternak
Manfaat kulit singkong di sisi lain dapat dijadikan sebagai pakan hewan. Kandungan karbohidrat yang tinggi dapat mempermudah petani menghasilkan hewan ternak yang gemuk.
cara / langkah dalam proses pengolahan kulit singkong diantaranya yaitu :
1. Perendaman: dilakukan dengan cara memasukkan kulit singkong yang sudah dipotong
kecil-kecil ke dalam ember yang kemudian diisi air sampai kulit singkong
terendam dan dibiarkan semalaman (16 jam).
2. Pengukusan: dilakukan dengan
membersihkan kulit singkong dari tanah yang melekat (dicuci) kemudian dipotong
kecil-kecil selanjutnya dikukus dalam panci yang ada saranganya yang berisi air
dan didihkan selama 15 menit.
3. Dicampur dengan urea 3% BK: Kulit singkong dicuci
kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya dicampur dengan urea dengan
konsentrasi 3% dari berat kering.
4. Kemudian campuran terbut dimasukkan ke dalam
plastik disimpan dalam kondisi kedap udara selama 1 minggu.
Fermentasi:
dilakukan dengan cara kulit singkong yang sudah dicuci kemudian diiris
kecil-kecil yang selanjutnya dikukus dalam panci yang berisi air mendidih
selama 15 menit, setelah itu diangkat kemudian ditebar dalam nampan sampai
dingin. Setelah dingin kulit singkong ini diinokulasi dengan menggunakan kapang
Trichoderma resii, kemudian ditutup dengan nampan diatasnya dan dibiarkan
selama 4 hari. Setelah pemberian perlakuan, kulit singkong pada
masing-masing perlakuan dianalisa kandungan asam sianidanya
4. Bio energi / Bio Etanol
Kulit singkong selain dapat digunakan sebagai kompos dan pakan ternak, ternyata juga dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai sumber energi yang dapat menggantikan bahan bakar dari minyak yang selama ini digunakan oleh masyarakat. Teknologi yang diterapkan untuk menghasilkan bioethanol yakni melalui proses bernama hidrolisa asan dan juga enzimatis. Salah satu pemanfaatan limbah kulit singkong ini sekaligus menjadi salah satu program yang mendukung program yang dicanangkan oleh pemerintah berkaitan dengan penyediaan bahan bakar nabati sebagai alternatif pngganti bahan bakar minyak seperti bensin.
Cara Pembuatan Bio Etanol / Bio Energi berbahan dasar kulit singkong :
1.
Kulit ubi kayu dibersihkan dan dicacah
menjadi berukuran kecil-kecil. Kulit singkong yang telah dicacah dikeringkan
hingga kadar air maksimal 16%. Menyerupai singkong yang dikeringkan menjadi
gaplek, tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai
cadangan bahan baku. Kemudian dimasukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless
steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100
liter. Selanjutnya dipanaskan gaplek hingga 1000C selama 0,5 jam, kemudian diaduk
rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental. Dinginkan bubur gaplek, lalu
dimasukkan ke dalam tangki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian
pati menjadi glukosa.
2.
Setelah dingin, dimasukkan cendawan Aspergillus yang
akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati
singkong, perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total
bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebelum digunakan,
Aspergillus dikulturkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif
dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai
pati. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan
gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam
tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati
maksimal 17-18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri (Saccharomyces)
untuk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebih
tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya,
tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum. Tutup rapat
tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja
mengurai glukosa lebih optimal.
3.
Fermentasi berlangsung anaerob (tidak
membutuhkan oksigen). Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28-32 oC dan
pH 4,5-5,5. Setelah 2-3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan
terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi
itu disebut bir yang mengandung 6-12 % etanol. Sedot larutan etanol dengan
selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan
protein. Meski telah disaring, etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya,
lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu
78 oC atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu
menguap daripada air yang bertitik didih 100 oC. Uap etanol dialirkan
melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi
etanol cair. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin.
Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh
sebab itu, perlu destilasi absorbent etanol 95% kemudian dipanaskan 100oC. Pada
suhu tersebut, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke
dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap
kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan bensin.
Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120-130 liter bir yang dihasilkan dari 25
kg gaplek.
4.
Proses fermentasi menghasilkan dua tipe
bioetanol: alkohol dan ester. Bahan-bahan ini secara teori dapat digunakan
untuk menggantikan bahan bakar fosil tetapi karena terkadang diperlukan
perubahan besar pada mesin, bioetanol biasanya dicampur dengan bahan bakar
fosil.
5. Olahan makanan
Yang paling menakjubkan dari pemanfaatan limbah kulit singkong yang bernilai jual sangat tinggi dan dapat secara langsung dikonsumsi oleh manusia ialah kulit singkong diolah sebagai makanan. Umumnya, kulit singkong diolah menjadi keripik. Namun, ada sebuah daerah yang berada di provinsi Jawa Barat yang justru dengan sukses mengubah kulit singkong menjadi dendeng. Dendeng yang biasanya terbuat dari daging, kini menggunakan bahan kulit singkong.
Sekian ulasan dari saya tentang pemanfaatan limbah kulit singkong.
Sesuatu akan menjadi bernilai bila semua orang mulai menyadari akan manfaatnya~
Penulis,
Fermi Mirza Alfarisi
@fermimirza
Sumber :
1. http://akardanumbi.blogspot.sg/2013/01/beragam-manfaat-kulit-singkong.html
2. http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/14481
3. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=4370:pemanfaatan-kulit-singkong-sebagai-bahan-pakan-ternak-unggas-&catid=14:info-teknologi&Itemid=23
4. http://vegclesias.blogspot.sg/2011/04/pemanfaatan-limbah-kulit-ubi-kayu.html
0 Response to "Hemat Membuat Pupuk Organik dari Kulit Singkong"
Posting Komentar